Minggu, 06 Juli 2014

Kerajinan itu Tak Ada Batasnya



Bapak Surya Hendrato tidak dapat terus-terusan mengikuti arus umum. Tangan cekatannya selalu menjadi daya kreatif kerajinan yang digeluti. Dia mendirikan Maju Mapan, sebuah nama usaha kerajinan di kediamannya berinspirasikan dari nomor hanphone nya, 085643-40-5758.

Dari Desa Tembi, RT 02/RW 03, Pak Hendrat, demikian dia biasa disapa, menuangkan ide-ide kreatifnya. Berbagai kerajinan kotak tissue, kotak parcel, dan pigura dia kerjakan bersama istrinya. Dapat menuangkan ide kreatif merupakan keberhasilan bagi Pak Hendrat. Keberhasilan itu bukanlah tanpa arti. Dalam perjalanan karyanya, menuangkan ide kreatif merupakan barang langka. Maklum, pada tahun 2002 Pak Hendrat menangani stok gudang pada suatu perusahaan kerajinan di kota Yogyakarta. Dalam perusahaan itu hanya pesanan perusahaanlah yang dapat dikerjakan. Pada tahun yang sama, Pak Hendrat-pun memutuskan untuk mengerjakan juga usaha kerajinan dirumahnya. Dibantu 4 orang karyawan, usaha kreatifnya dapat berjalan dengan lancar.
Gempa yang meluluh-lantakkan Yogyakarta di tahun 2006 rupanya menjadi awal kebaharuan bagi banyak bidang. Termasuk pula Pak Hendrat, gempa Yogya menjadi awal karir kerajinannya mengalami kebebasan berkreasi. Semua berawal dari keputusannya untuk mundur dari perusahaan tempat ia bekerja. Dari situ, industri kerajinan yang telah dirintis di rumahnya semakin intens digelutinya. Memang, Gempa 2006 itu turut menggoncangkan usaha kerajinannya. Banyak bahan baku kerajinan mengalami kenaikan harga, sedangkan harga jual pasaran tetap berdiri di angka yang sama. Apa daya, kenaikan harga bahan baku itu memaksa Pak Hendrat untuk memulangkan para karyawan yang telah setia membantu selama 4 tahun itu.
Dapat dibayangkan, tahun 2006 itu menjadi masa paling sulit bagi Pak Hendrat. Sudah keluar dari Perusahaan di Kota Yogyakarta, bahan baku naik, dan kini Pak Hendrat harus memulangkan para karyawannya. Namun sebuah cahaya masih cukup bersinar bagi hidup Pak Hendrat dan karya kerajinannya. Sebuah perusahaan kerajinan di Pekalongan mempercayakan Pak Hendrat untuk memasok disain-disain kreatifnya. Situasi itu memacu pria kelahiran 18 September 1970 terus bereksplorasi dengan karya kerajinannya. Bahan baku boleh naik, akan tetapi segala hal yang tampak dilihat mata, pasti memiliki peluang untuk dikerjakan. Itulah motto hidup Pak Hendrat dalam menggeluti usaha kerajinannya. Maka dari itu, beliau melirik berbagai bahan seperti, lidi, enceng gondok, daun-daunan, akar wangi, koran dan majalah bekas. Bahan-bahan itu beliau ambil dan gunakan sebagai pengganti bahan yang harganya telah melambung tinggi.
Inovasi bahan itu rupanya mendapat sambutan positif, baik oleh pasar maupun perusahaan di Pekalongan. Usaha kerajinanya pun dapat terus berjalan. Timbal-balik dari perusahaan sungguh Pak Hendrat rasakan sebagai anugerah. Pernah suatu kali perusahaan di Pekalongan itu mengikuti pameran kerajinan di Jakarta. Foto-foto kerajinannya kemudian oleh perusahaan diperlihatkan kepada Pak Hendrat. Melalui foto-foto itu, imajinasi kreatif Pak Hendrat makin berkembang. Karya kreasi yang telah memakai bahan-bahan alternatif itu diberinya berbagai motif. Motif huruf, motif Dayak, motif Sumba dan masih banyak lagi mulai mengisi berbagai produk kerajinannya.
Kini, selain beredar dipasaran lokal, hasil karya Pak Hendrat melalui trading perusahaan di Pekalongan, telah mampu menembus pasar mancanegara, seperti Belanda, Amerika, Australia, dan Thailand. "kerajinan itu tidak ada batasnya" itulah kata Pak Hendrat, seakan mengajak untuk terus berekslorasi, baik bahan, bentuk dan macamnya, ataupun pemasarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar