Bapak
Surya Hendrato tidak dapat terus-terusan mengikuti arus umum. Tangan cekatannya
selalu menjadi daya kreatif kerajinan yang digeluti. Dia mendirikan Maju Mapan,
sebuah nama usaha kerajinan di kediamannya berinspirasikan dari nomor hanphone
nya, 085643-40-5758.
Dari
Desa Tembi, RT 02/RW 03, Pak Hendrat, demikian dia biasa disapa, menuangkan
ide-ide kreatifnya. Berbagai kerajinan kotak tissue, kotak parcel, dan pigura
dia kerjakan bersama istrinya. Dapat menuangkan ide kreatif merupakan
keberhasilan bagi Pak Hendrat. Keberhasilan itu bukanlah tanpa arti. Dalam
perjalanan karyanya, menuangkan ide kreatif merupakan barang langka. Maklum,
pada tahun 2002 Pak Hendrat menangani stok gudang pada suatu perusahaan
kerajinan di kota Yogyakarta. Dalam perusahaan itu hanya pesanan perusahaanlah
yang dapat dikerjakan. Pada tahun yang sama, Pak Hendrat-pun memutuskan untuk
mengerjakan juga usaha kerajinan dirumahnya. Dibantu 4 orang karyawan, usaha
kreatifnya dapat berjalan dengan lancar.
Gempa
yang meluluh-lantakkan Yogyakarta di tahun 2006 rupanya menjadi awal kebaharuan
bagi banyak bidang. Termasuk pula Pak Hendrat, gempa Yogya menjadi awal karir
kerajinannya mengalami kebebasan berkreasi. Semua berawal dari keputusannya
untuk mundur dari perusahaan tempat ia bekerja. Dari situ, industri kerajinan
yang telah dirintis di rumahnya semakin intens digelutinya. Memang, Gempa 2006
itu turut menggoncangkan usaha kerajinannya. Banyak bahan baku kerajinan
mengalami kenaikan harga, sedangkan harga jual pasaran tetap berdiri di angka
yang sama. Apa daya, kenaikan harga bahan baku itu memaksa Pak Hendrat untuk
memulangkan para karyawan yang telah setia membantu selama 4 tahun itu.
Dapat
dibayangkan, tahun 2006 itu menjadi masa paling sulit bagi Pak Hendrat. Sudah
keluar dari Perusahaan di Kota Yogyakarta, bahan baku naik, dan kini Pak
Hendrat harus memulangkan para karyawannya. Namun sebuah cahaya masih cukup
bersinar bagi hidup Pak Hendrat dan karya kerajinannya. Sebuah perusahaan
kerajinan di Pekalongan mempercayakan Pak Hendrat untuk memasok disain-disain
kreatifnya. Situasi itu memacu pria kelahiran 18 September 1970 terus
bereksplorasi dengan karya kerajinannya. Bahan baku boleh naik, akan tetapi
segala hal yang tampak dilihat mata, pasti memiliki peluang untuk dikerjakan. Itulah
motto hidup Pak Hendrat dalam menggeluti usaha kerajinannya. Maka dari itu,
beliau melirik berbagai bahan seperti, lidi, enceng gondok, daun-daunan, akar
wangi, koran dan majalah bekas. Bahan-bahan itu beliau ambil dan gunakan
sebagai pengganti bahan yang harganya telah melambung tinggi.
Inovasi
bahan itu rupanya mendapat sambutan positif, baik oleh pasar maupun perusahaan
di Pekalongan. Usaha kerajinanya pun dapat terus berjalan. Timbal-balik dari
perusahaan sungguh Pak Hendrat rasakan sebagai anugerah. Pernah suatu kali
perusahaan di Pekalongan itu mengikuti pameran kerajinan di Jakarta. Foto-foto
kerajinannya kemudian oleh perusahaan diperlihatkan kepada Pak Hendrat. Melalui
foto-foto itu, imajinasi kreatif Pak Hendrat makin berkembang. Karya kreasi yang
telah memakai bahan-bahan alternatif itu diberinya berbagai motif. Motif huruf,
motif Dayak, motif Sumba dan masih banyak lagi mulai mengisi berbagai produk
kerajinannya.
Kini,
selain beredar dipasaran lokal, hasil karya Pak Hendrat melalui trading perusahaan
di Pekalongan, telah mampu menembus pasar mancanegara, seperti Belanda,
Amerika, Australia, dan Thailand. "kerajinan itu tidak ada batasnya"
itulah kata Pak Hendrat, seakan mengajak untuk terus berekslorasi, baik bahan,
bentuk dan macamnya, ataupun pemasarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar