Setelah
shalat tarawih, musik jathilan mulai mengalun. Bukan untuk mengadakan jathilan,
tetapi sekelompok muda-mudi mengadakan suatu kegiatan yang berbeda dan menarik,
yaitu membuat lampion dan latihan musik ‘kreasi baru’. Mereka berkumpul di
rumah Bpk. Hendrato, ketua RT 02, Desa Wisata Tembi. Musik jathilan yang
menjadi backsound menemani kebersamaan
dan persaudaraan yang kreatif di dalam kegiatan tersebut. Inilah wajah
muda-mudi Desa Wisata Tembi (muda tamtama) di malam hari.
Sekitar 20 muda-mudi berkumpul.
Mereka sedang sibuk memotong bambu menjadi kecil-kecil, menempel kertas
warna-warni ke botol minum, mengecat botol, dan mendesain botol. Ditemani musik
jathilan, mereka membuat lampion untuk takbiran. Dana kas muda-mudi digunakan
sebagai modal awal untuk membeli bahan baku. Setelah lampion jadi, mereka akan
menjual dan mendapatkan pemasukan lebih bagi kas muda-mudi. Itulah bentuk usaha
mereka dalam mencintai komunitas dan membangun kebersamaan yang kreatif.
Ada beberapa keunikan dari kegiatan
muda tamtama tersebut. Pertama, musik
jathilan. Biasanya, muda-mudi menyukai musik pop, dangdut, atau rock. Maka, tak
jarang mereka menyetel musik tersebut
saat mereka berkumpul. Namun, hal tersebut tidak berlaku dalam kegiatan muda
tamtama di Desa Wisata Tembi. Mereka bekerja ditemani musik jathilan yang
mengalun keras. Sesekali mereka melihat video jathilan dari handphone salah satu muda-mudi.
Kecintaan mereka terhadap musik
jathilan menyiratkan kebanggaan terhadap musik dan tradisi Jawa. Mereka tidak
malu untuk mencintai musik jathilan. Mereka tidak membatasi kebahagiaan mereka
dengan gadget, musik
pop-dangdut-rock-dll, dan segala jenis ke-modern-an yang ada. Mereka membiarkan
kebahagiaan itu datang dengan caranya sendiri, yaitu dari apa yang mereka
miliki, yaitu jathilan. Tradisi setempat tersebut menumbuhkan kebahagiaan.
Lalu, kebahagiaan tersebut menumbuhkan kebersamaan dan persaudaraan yang
kreatif. Lampion-lah yang menjadi buah pikir kreatif muda tamtama.
Kedua,
lampion dari botol minuman. Saat saya lihat cara membuat lampion tersebut,
kesan saya adalah njlimet. Untuk
menjadi sebuah lampion, dibutuhkan beberapa langkah, yaitu mendesain botol,
mengecetnya, menjemur, menghias dengan kertas warna-warni, diberi tali, dan
diberi ganggang dari bambu. Maka, tak heran, karena ke-njlimet-an tersebut, dibutuhkan beberapa hari untuk menyelesaikan
proyek tersebut. Namun, saat saya mengikuti kegiatan tersebut, tak ada wajah
terpaksa dan cemberut yang tersurat.
Semua menikmati jathilan, membuat lampion, dan suasana muda tamtama. Buah dari
kebersamaan dan persaudaraan yang kreatif adalah lampion yang dijual Rp 7000/
buah. Menarik dan kreatif!
Itulah muda tamtama yang bergairah
kembali setelah vakum beberapa tahun. Semua itu tak lepas dari peran penggerak
muda tamtama tersebut, yaitu Mbak Tia sebagai ketua, dan Mas Abu sebagai wakil
ketua. Mereka berusaha membuat acara yang menarik dan kreatif, sehingga dapat
berbuah manis di kemudian hari. Tentu, inisiatif mereka diikuti dengan semangat
dari anggota muda tamtama.
Akhirnya, tertarik merasakan euforia
kemeriahan muda tamtama? Datang dan Rasakan muda tamtama di Desa Wisata Tembi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar